Nama : Winda Pratiwi
Kelas : 3EA23
NPM : 1C214265
EKONOMI KOPERASI
Pengertian Koperasi
Koperasi adalah organisasi bisnis yang
dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama.
Sejarah Koperasi
Sejarah Koperasi di
Indonesia dapat dilihat dalam tiga masa periode, yaitu sejarah koperasi pada
masa penjajahan belanda, sejarah koperasi pada masa pendudukan jepang dan
sejarah koperasi pada masa kemerdekaan.
| Sejarah Koperasi di Indonesia pada Masa Penjajahan
Belanda |
1. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1896 –
1908
Sejarah koperasi di Indonesia pada tahun 1896 sampai
dengan 1908 merupakan titik awal dikenalnya koperasi di Indonesia. Pada tahun
1896, R Aria Atmadja seorang Patih Pamong Praja mendirikan suatu Bank Simpanan
untuk menolong para pegawai negeri (kaum priyai) yang terjerat tindakan dalam
soal riba dari kaum lintah darat. Cita-cita dan ide beliau ini mendapat
rintangan atau hambatan sebagai kegiatan politik pemerintah penjajah waktu itu.
Adapun karya dari beliau yang telah ia lakukan adalah :
– Mendirikan bank simpanan yang dia anjurkan untuk
kemudian diubah menjadi koperasi.
– Dihidupkannya sistem Lumbung Desa untuk usaha
penyimpanan padi rakyat pada musim panen, yaitu dikelola untuk menolong rakyat
dengan cara memberikan pinjaman pada musim paceklik. Lumbung Desa ini nantinya
akan ditingkatkan menjadi KKP (Koperasi Kredit Padi).
2. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1908 –
1927
Sejarah Koperasi di Indonesia, pada tahun 1908 Boedi
Oetomo mencoba memajukan koperasi-koperasi rumah tangga, koperasi toko, yang
selanjutnya menjadi koperasi konsumsi yang di dalam perkembangannya kemudian
menjadi koperasi batik. Gerakan Boedi Utomo pada tahun 1908 dengan dibantu oleh
Serikat Islam inilah yang melahirkan koperasi pertama kali di Indonesia,
koperasi ini bersamaan dengan lahirnya Gerakan Kebangkitan Nasional. Namun
perkembangan koperasi pada waktu itu kurang memuaskan, karena adanya hambatan
yang datang dari pemerintah Belanda. Meskipun perkemabangan koperasi kurang
lancar, pemerintah belanda tetap khawatir jika koperasi makin tumbuh dan
berkembang di kalangan Bumi Poetra. Agar perkembangan koperasi tidak makin
meluas, pemerintah belanda pada tahun 1915 berusaha mengatur kehidupan koperasi
dengan suatu Undang-undang.
3. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1927 –
1942
Sejarah koperasi di Indonesia dengan keluarnya UU
koperasi tahun 1927, maka koperasi di Indonesia mulai berkembang dan bangkit
lagi. Selain koperasi-koperasi lama yang dirintis oleh Serikat Islam, Boedi
oetom, Partai Nasional Indonesia, maka bermunculanlah koperasi-koperasi lainnya
seperti koperasi kredit, koperasi perikanan dan koperasi kerajinan. Akan tetapi
koperasi ini mundur lagi karena mendapat saingan berat dari kaum pedagang yang
mendapat fasilitas dari Pemerintah Belanda.
Pada tahun 1933, Pemerintah Belanda mengeluarkan lagi
peraturan koperasi sebagai pengganti peraturan koperasi tahun 1915. Peraturan
baru ini tidak ada bedanya dengan peraturan koperasi tahun 1915, peraturan ini
sama sekali tidak cocok dengan kondisi rakyat Indonesia, akibatnya koperasi
semakin mundur saja dengan keluarnya peraturan tersebut.
Jawatan Koperasi pada tahun 1935 dipindahkan dari
Departemen Dalam Negeri ke Departemen Ekonomi karena banyaknya kegiatan di
bidang ekonomi pada waktu itu dan dirasakannya bahwa koperasi lebih sesuai
berada di bawah Departemen Ekonomi.
Pada Tahun 1937 dibentuklah koperasi simpan pinjam
yang diberi bantuan modal oleh pemerintah, dengan tugas sebagai koperasi pemberantas
hutang rakyat, terutama kaum tani yang tidak lepas dari cengkeraman kaum
pengijon dan lintah darat.
Selanjutnya pada tahun 1939 Jawatan koperai yang
berada di bawah Departemen Ekonomi, diperluas ruang lingkupnya menjadi jawatan
koperasi dan perdagangan dalam negeri. Hal ini disebabkan karena koperasi pada
waktu itu belum mampu untuk mandiri, sehingga pemerintah penjajah Belanda ini
menaruh perhatian dengan memberikan bimbingan, penyuluhan, pengarahan dan
sebagainya tentang bagaiman cara koperasi dapat memperoleh barang dan
memasarkan hasilnya. Perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Penjajah tersebut
dimaksudkan agar koperasi dapat bangkit dan berkembang serta mampu mengatasi
dirinya sendiri.
| Sejarah Koperasi Di Indonesia Pada Masa Pendudukan
Jepang |
Sejarah Koperasi di Indonesia pada tahun 1942 sampai
dengan 1945. Pada tahun 1942 peranan koperasi menjadi berubah lagi. KOerasi
yang bercirikan demokrasi sudah tidak ada lagi, karena oleh Balatentara Jepang
sebagai penguasa pada waktu itu, koperasi dijadikan sebagai alat
pendistribusian barang-barang keperluan tentara Jepang. Koperasi-koperasi yang
ada ini diubah menjadi Kumiai, yang berfungsi sebagai pengumpul barang untuk
keperluan perang.
Pada masa ini, koperasi tidak mengalami perkembangan
bahkan semakin hancur. Hal ini disebabkan karena adanya ketentuan dari penguasa
Japang bahwa untuk mendirikan koperasi harus mendapatkan izin dari pemerintah
setempat dan biasanya izin tersebut sangat dipersulit.
| Sejarah Koperasi Pada Masa Kemerdekaan |
1. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1945 –
1958
Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945
dan sehari kemudian UUD 1945 disahkan, maka bersamaan dengan itu juga timbul
semangat baru untuk menggerakkan koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi sudah
mendapat landasan hukum yang kuat di dalam UUD 1945. Karena koperasi sudah
mendapat landasarn hukum yang kuat dan merupakan bentuk organisasi ekonomi yang
sesuai dengan jiwa kekeluargaan rakyat Indonesia, maka Gerakan koperasi seluruh
Indonesia mengadakan konggres yang pertama pada tanggal 12 Juli 1947. Dari
beberapa keputusan penting yang diambil dalam konggres tersebut, salah satunya
adalah menetapkan bahwa tanggal 12 juli dijadikan sebagai Hari koperasi, yang
bermakna sebagai hari bertekad dari seluruh bangsa Indonesia untuk melaksanakan
kegiatan perekonomian melalui koperasi.
Pada tahun 1953, Gerakan Koperasi Indonesia mengadakan
konggres kedua, di mana salah satu keputusannya ialah menetapkan dan
menganggkat Muhammad Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia. Kemudian
pemerintah mengeluarkan UU koperasi Nomor 79 tahun 1958.
2. Sejarah Koperasi di Indonesia Pada Tahun 1958 –
1965
Dalam sejarah koperasi, sejak berlakunya UU No. 79
Tahun 1958 yang mendasarkan pada ketentuan pasal 38 UUDS 1950, koperasi semakin
maju dan berkembang, serta tumbuh di mana-mana. Tetapi dengan diberlakukannya
kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 juli 1959,
pemerintah kemudian mengeluarkan PP no. 60 tahun 1959 sebagai peraturan
pelaksana dari UU No.79 Tahun 1958. Peraturan ini menentukan bahwa pemerintah
bersikap sebagai pembina dan pengawas dalam perkembangan koperasi di Indonesia.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 keluarlah
Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1960 yang isinya antara lain adalah menentukan
bahwa untuk mendorong pertumbuhan Gerakan Koperasi harus ada kerja sama antara
Jawatan Koperasi dengan masyarakat di dalam satu lembaga yang disebut Badan
Penggerak Koperasi (Bapengkop).
Besarnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan
koperasi pada waktu itu, berdampak juga pada ketergantungan koperasi terhadap
bantuan pemerintah. Pengurus koperasi terbiasa hnya mengharapkan datangnya
bantuan atau distribusi barang dari pemerintah. Para pengurus koperasi menjadi
kehilangan inisiatif untuk menciptakan lapangan usaha bagi kelangsungan hidup
koperasi. Disamping itu juga, partai-partai politik mulai campur tangan pada
koperasi. Koperasi mulai dijadikan sebagai alat perjuangan politik bagi
sekelompok kekuatan tertentu. Akibatnya koperasi menjadi kehilangan
kemurniannya sebagai suatu badan ekonomis yang bersifat demokratis, serta sendi
dasar utama koperasi yang tidak mengenal perbedaan golongan, agma dan ras atau
suku menjadi tidak murni lagi.
3. Sejarah Koperasi di Indonesia pada Tahun 1966
Sampai Sekarang
Pemerintahan Orde baru bertekad untuk mengembalikan
ctra koperasi sesuai dengan kehendak dari UUD 1945. Pada waktu itu terbentuklah
Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS), di mana salah satu
ketetapannya yang penting yaitu Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966 mengenai
pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Peranan
koperasi dalam hal ini tercantum di dalam Bab V, Pasal 42 dan Pasal 43 Tap MPRS
tersebut.
Mengemban amanat dari Tap MPRS tersebut dengan
mendapat bantuan dan perhatian dari pemerintah, maka pada tanggal 17 juli 1966
Gerakan Koperasi Indonesia mengadakan musyawarah Nasional di Jakarta. Beberapa
keputusan penting yang dihasilkan dalam Munas tersebut yaitu : (1) menolak dan
membatalkan semua keputusan dan hasil Munas Koperasi lainnya, yang kemudian
diselenggarakan pada tahun 1961 (Munas 1) dan Tahun 1965 (Munas 2), (2)
Menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada MPRS.
Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 196 pemerintah
orde baru membuat UU Koperasi No. 12 Tahun 1967 mengenai Pokok Pokok Koperasi.
Dengan keluarnya UU ini, maka koperasi-koperasi yang ada pada waktu itu mulai
ditertibkan, koperasi-koperasi yang tumbuh demikian mudah pada masa orde lama
mulai ditertibkan. Jumlah koperasi pada akhir tahun 1967 telah mencapai 64000,
di mana dari jumlah tersebut hanya 45000 yang berbadan hukum. Dengan adanya
penertiban sesuai dengan UU NO.12 ini, maka pada akhir tahun 1968 jumlah
koperasi yang ada tinggal 15000 koperasi dan koperasi ini sesuai dengan
ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 1967.
Pada Tahun 1978, Pemerintah mengeluarkan instruksi
presiden No.2 Tahun 1978 mengenai Badan Usaha Unit Desa atau Koperasi Unit Desa
(BUUD atau KUD). Pada permulaannya, Koperasi Unit Desa hanya mencakup koperasi
desa, koperasi pertanian dan koperasi serba usaha di desa-desa. Kemudian KUD
telah mampu mengembangkan usahanya ke bidang-bidang lain seperti bidang
kerajinan rakyat, perkreditan, perkebunan dan kegiatan dalam menangani masalah
Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan bahkan percengkehan nasional.
Keanggotaan Koperasi Unit Desa ini tidak didasarkan
pada jenis usahanya, akan tetapi didasarkan pada tempat tinggal penduduk atau
anggota. Dalam hal ini di suatu daerah kecamatan telah berdirik
koperasi-koperasi lain selain koperasi unit desa, maka koperasi-koperasi
tersebut boleh terus menjalankan kegiatan usahanya atau boleh juga bergabung
dengan koperasi unit desa atas kemauannya sendiri.
Perkembangan koperasi selanjutnya yaitu semakin
banyaknya koperasi unit desa yang hampir ada di setiap kecamatan, maka
pemerintah mulai melakukan pembinaan secara khusus KUD-KUD tertentu, yang
ditunjuk untuk dijadikan KUD percontohan.
Sekian pembahasan mengenai sejarah koperasi di
Indonesia, semoga tulisan saya mengenai sejarah koperasi di Indonesi dapat
bermanfaat.
Sumber : Buku dalam Penulisan Sejarah Koperasi di
Indoensia :
– R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, 2001. Hukum
Koperasi Indonesia. Penerbit PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Implementasi koperasi
1. Koperasi sebagai implementasi ekonomi
pancasila
Koperasi sesuai
dengan watak sosialnya adalah wadah ekonomi yang paling ampuh untuk
menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan dalam upaya untuk menciptakan
pembangunan yang berkeadilan. Selain itu, koperasi juga merupakan organisasi
ekonomi yang paling banyak melibatkan peran serta rakyat. Oleh karena itu,
koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat perlu lebih banyak diikutsertakan dalam
upaya pembangunan, untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata, tumbuh dari bawah,
berakar di masyarakat dan mendapat dukungan luas dari rakyat.
Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 Pasal 33 Ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasannya
antara lain dinyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan
bukan kemakmuran orang-seorang, dan bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu ialah koperasi. Dengan demikian, UUD 1945 menempatkan koperasi pada
kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional dan sekaligus sebagai bagian
integral tata perekonomian nasional. Dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi,
amanat tersebut mengandung makna yang amat penting dan mendalam, yaitu bahwa
jiwa dan semangat koperasi harus dimiliki oleh seluruh masyarakat termasuk
semua badan usaha yang ada dalam sistem ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945.
Landasan idiil
Pancasila dapat dilihat, antara lain dari kandungan yang terdapat dalam prinsip
koperasi.
1.Ketuhanan Yang Maha
Esa Meliputi prinsip koperasi yang bersifat terbuka dan sukarela. Berarti
koperasi tidak menekankan pada keyakinan, kepercayaan tertentu saja. Tidak
membedakan suku, budaya dan bersifat sukarela, terbuka bersifat ketuhanan.Hal
ini merupakan keputusan yang tepat, mengingat Indonesia terdiri dari beraneka
ragam, suku, agama dan budaya.Selanjutnya ketentuan khusus dan jenis koperasi,
diatur tersendiri di dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
peraturan lainnya.
2.Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab.Dikembangkan sikap saling menghormati dan diberi hak dan
kewajiban yang sama bagi anggota koperasi. Di dalam point kelima dalam prinsip
koperasi mengembangkan kesejahtraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya,
berarti dikandung nilai setiap manusia hendaknya jangan hanya mementingkan diri
sendiri.
3. Persatuan
Indonesia diantaranya dijelaskan, persyaratan keanggotaan koperasi tidak
membeda-bedakan agama, suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin asal mempunyai
kepentingan yang sama dan dipenuhi peryaratan lain, dapat diterima sebagai
anggota koperasi.
4.Kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan. Di sini dilihat
dari prinsip koperasi, bahwa koperasi dikelola secara demokratis, hal ini
dijiwai oleh Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan. Juga pemegang kekuasaan tertinggi dari koperasi adalah
Keputusan Rapat Anggota Koperasi. Demikian pula setiap keputusan diambil dengan
mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
5.Keadilan Sosial
bagi seluruh Rakyat Indonesia Koperasi dibentuk untuk meningkatkan
taraf hidup para anggota khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Koperasi sebagai perkumpulan orang-orang dan
bukan perkumpulan modal. Sebagaimana tersebut didalam melaksanakan
Pembagian Sisa Hasil Usaha Koperasi bahwa, Sisa Hasil Usaha yang timbul akibat dari
pemberian pelayanan terhadap anggota, sisa tersebut dibagikan dengan adil
sesuai dengan jasa partisipasinya kepada koperasi.
Undang Undang Koperasi Terbaru
UU no. 17 tahun 2012
Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2012
menggantikan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinilai
memiliki beberapa kelemahan dan mewarisi tradisi perkoperasian kolonial. Salah
satu contohnya adalah semangat koperasi dihilangkan kemandiriannya dan
disubordinasikan di bawah kepentingan kapitalisme maupun negara. Campur tangan
pemerintah dan kepentingan pemilik modal besar sangat terbuka dalam
undang-undang ini.Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Koperasi dijelaskan
bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal
untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dari
definisi tersebut mengandung makna koperasi sebagai badan hukum yang tidak ada
bedanya dengan badan usaha uang lain. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih
berlandaskan pada azas perseorangan yang hampir sama dengan perusahaan
kapitalistik seperti Perseroan.Selain itu, dalam Pasal 75 Undang-Undang ini
yang mengatur soal penyertaan modal tidak mengenal adanya pembatasan.
Akibatnya, koperasi bisa kehilangan kemandiriannya dan anggotanya hanya sekadar
dijadikan objek pinjaman bagi pemilik modal besar. Bahkan, Pasal 55 semakin
mengancam kemandirian koperasi yang membolehkan kepengurusan koperasi dari luar
anggota. Keberadaan Dewan Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 sampai
Pasal 54 juga yang berfungsi layaknya lembaga superbody. Hal ini memudahkan
keputusan koperasi di luar kepentingan anggotanya.
Sebelumnya, kritik terhadap
Undang-Undang Perkoperasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswirbahwa
Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan
Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun
2012 masih mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era
pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967.Perbedaan
mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14
Tahun 1958 di era pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan
koperasi. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, sebagaimana diatur pada Pasal
18, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam
lapangan usaha koperasi.
Ketentuan ini lebih lanjut menurut
Revrisond sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa
“bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota,
melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung
dalam dada dan kepala masing-masing”. Pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1967
ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar. Hal ini tergambar dalam
Pasal 11 bahwa keanggotaan koperasi didasarkan atas kesamaan kepentingan dalam
lapangan usaha koperasi. Kemudian, pada Pasal 17 yang dimaksud dengan anggota
yang memiliki kesamaan kepentingan adalah suatu golongan dalam masyarakat yang
homogen. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan melalui Undang-Undang
No. 12 Tahun 1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan
fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi
angkatan bersenjata di Indonesia.
Undang-Undang Perkoperasi yang terbaru yaitu
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 juga mempertahankan keberadaan koperasi
golongan fungsional. Pada Pasal 27 ayat (1), syarat keanggotaan koperasi primer
adalah mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi. Lebih lanjut dalam penjelasn
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesamaan kepentingan ekonomi adalah
kesamaan dalam hal kegiatan usaha, produksi, distribusi, dan pekerjaan atau
profesi.Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 membuka peluang untuk mendirikan
koperasi produksi, namun di Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 peluang ini justru
ditutup sama sekali. Hal ini terlihat pada Pasal 83, di mana hanya terdapat
empat koperasi yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu koperasi konsumen,
koperasi produsen, koperasi jasa, dan koperasi simpan pinjam. Sesuai dengan Pasal
84 ayat (2) yang dimaksud dengan koperasi produsen dalah koperasi yang
menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi
dan pemasaran produksi. Artinya, yang dimaksud dengan koperasi produsen
sesungguhnya adalah koperasi konsumsi para produsen dalam memperoleh barang dan
modal.
Karakteristik Undang-Undang No, 17 Tahun
2012 yang mempertahankan koperasi golongan fungsional dan meniadakan koperasi
produksi itu jelas paradoks dengan perkembangan koperasi yang berlangsung
secara internasional. Dengan tujuan dapat digunakan sebagai dasar untuk
menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, justru Undang-Undang No. 17
Tahun 2012 diwaspadai menjadi ancaman serius terhadap keberadaan koperasi di
Indonesia.Selain itu, pada Pasal 78 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 mengatur
koperasi dilarang membagikan profit apabila diperoleh dari hasil transaksi
usaha dengan non-anggota, yang justru seharusnya surplus/profit sebuah koperasi
sudah sewajarnya dibagikan kepada anggota. Hal ini cukup membuktikan
ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Hal mana yang sudah kita
ketahui bersama bahwa koperasi sangat sulit melakukan transaksi dengan nilai
laba tinggi kepada anggotanya, karena justru menekan laba/profit demi
memberikan kesejahteraan kepada anggotanya. Bersikap tolak belakang dari
ketentuan Pasal di atas, Pasal 80 menentukan bahwa dalam hal terdapay defisit
hasil usaha pada koperasi simpan pinjam, anggota wajib menyetor tambahan
Sertifikan Modal Koperasi.
Sumber :
https://ethanabeti.wordpress.com/2014/10/04/undang-undang-koperasi/